SARASEHAN PEKAN PENDIDIKAN KRISTEN 2008

4:16 AM / Posted by gkjcilacap /

SARASEHAN
PEKAN PENDIDIKAN KRISTEN 2008
RABU, 20 Agustus 2008
Tema : Pendidikan Yang Memulihkan
Bacaan : Amsal 22 : 6

PENGANTAR
Seorang anak yang tidak lulus ujian atau tidak naik kelas apakah termasuk anak yang bodoh? Jawabnya, tentu tergantung dari bagaimana cara pandang kita. Jika seorang hanya melihat dari cara pandang bahwa pendidikan semata – mata merupakan upaya pengembangan kecerdasan otak, maka orang dapat mengatakan bahwa anak tersebut bodoh. Tetapi, perlu dipahami bahwa pendidikan bukan hanya sekedar persoalan pengembangan kecerdasan otak, melainkan pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.
Masalahnya, masih banyak orang tua, pengambil kebijakan pendidikan dan tenaga pendidik yang belum sepenuhnya menyadari akan hakikat pendidikan. Banyak dari antara mereka yang memahami pendidikan sekadar upaya mentransfer / memindahkan ilmu pengetahuan kepada anak / peserta didik ( transfer of knowledge ), bukannya upaya membantu proses transformasi/mengubah diri anak. Maka anak / peserta didik lantas cenderung diperlakukan layaknya tabungan ilmu pengetahuan, sementara orang tua / guru menjadi penabungnya.
Mencermati kenyataan seperti itu, sudah selayaknya bila pendidikan dikembalikan pada nilai – nilai kemanusiaan ( humanis ); pendidikan kembali menatap manusia sungguh – sungguh sebagai manusia dengan segala potensinya.
Sejak lahir manusia sudah diberi bekal berupa akal dan jiwa untuk menjadi ” lampu penerang ” dalam perjalanan hidupnya. Manusia telah diciptakan sebagai manusia yang berakal budi yang harus dididik serta dikembangkan segala potensinya. Manusia tidak bisa berkembang secara alamiah sebagaimana hewan. Karena itu, sangat dibutuhkan peran orang lain untuk mengembangkan potensinya itu. Peserta didik adalah objek sekaligus sebagai subjek pendidikan. Konsekuensinya, orang tua / guru berfungsi ”hanya” sebagai fasilitator/pemberi fasiltas dan bukannya pemegang mutlak kendali proses pendidikan. Tugas orang tua / guru selain memberikan berbagai macam pengetahuan, adalah memberikan dorongan, menggali bakat anak, membimbing serta mengarahkannya.
Maka, sistem pendidikan yang semestinya dilakukan adalah pendidikan yang berpusat pada anak / siswa. Anak dituntut lebih aktif dalam mengolah pengalamannya. Sedangkan orang tua / guru ”hanyalah” membimbing serta mengarahkan ke mana anak harus mengembangkan diri. Jadi pengetahuan dan pemahaman benar – benar diperoleh sendiri oleh anak. Adapun orang tua / guru ”hanya” memberikan bahan belajar untuk memperkuat pengetahuan dan pemahaman anak.
Itulah hakikat pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan ini berusaha menjadikan manusia yang berkualitas dengan berbekal kesadaran untuk terus menerus mengembangkan diri. Berkaitan dengan pendidikan yang memulihkan, menarik jika kita menyimak salah satu pengajaran dalam kitab Amsal di atas :”Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang daripada jalan itu.”
Pada bagian pertama ayat tersebut dikatakan ”Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya”. Kata ”didiklah” mengandung pesan panggilan untuk mendidik, karena mendidik adalah hal yang sangat penting. Mendidik bukan memaksakan kehendak sesuai dengan keinginan kita. Melainkan mendidik hendaknya merupakan upaya untuk meletakkan nilai dasar yang akan membentuk kepribadian, karakter maupun kemampuan berpikir seseorang. Sehingga dengan demikian, mereka dapat menemukan apa yang menjadi potensi dirinya sendiri. Bila potensi itu sudah ditemukan, maka itu yang perlu diolah dan dikembangkan secara maksimall, agar sungguh – sungguh dapat memberikan manfaat bagi masa depannya.
Kalau sejak awal pendidikan yang diberikan kepada anak muda itu tepat, maka ia akan menemukan kemampuan diri yang sesungguhnya. Dan, kemampuan diri yang sudah ditemukan itu akan menjadi bekal dalam perjalanan hidupnya. Penulis Amsal menuliskan dengan kata-kata ”pada masa tuanya ia tidak akan menyimpang daripada jalan itu”. Artinya bahwa anak yang dididik tersebut menemukan jalan yang akan dibawanya sampai akhir perjalanan hidupnya.
Karenanya, membantu anak menemukan potensi diri menjadi sangat penting. Sebab, hal itu tidak hanya berdampak pada masa mudanya, tetapi juga pada masa tuanya. Panggilan ini harus menjadi dorongan mendasar bagi orang tua, fungsionaris gereja, dan pendidik lainnya agar semangat mendidik menjadi sesuatu yang melekat dalam kehidupan.
Bahan Diskusi:
1. Dalam keluarga, ada kalanya orang tua menanyakan sesuatu kepada anak, namun sang anak hanya diam saja. Mengapa hal ini dapat terjadi? Apakah hal itu ada kaitannya dengan model pendidikan yang diterapkan dalam keluarga?
2. Apakah model pendidikan dalam keluarga kita sudah merupakan pendidikan yang memulihkan ataukah malah pendidikan yang membelenggu anak? Bagaimana model pendidikan yang seharusnya kita terapkan dalam keluarga?
3. Apa yang perlu dan bisa disumbangkan oleh gereja dalam ikut serta mengembangkan pendidikan di Indonesia?

Labels: , ,

1 comments:

Comment by KOMISI PENDIDIKAN on March 19, 2009 at 10:39 PM

Hilang satu tumbuh seribu. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
Dua kaki cukup kuat untuk menopang. Lebih banyak kaki maka semakin kokoh. Dalam satu landasan iman, mari kita jalin kerja sama.

Harry
www.komisipendidikan.blogspot.com

Post a Comment